Kumpulan Pengetahuan Agama Islam

Ucapan Pernikahan Islami

Beberapa ucapan pernikahan yang bisa kita gunakan untuk mendoakan sahabat dalam pernikahan antara lain :

1. Doa kepada Pengantin


"Baarakallahu wa lakum wa baraka 'alaikum"

Yang artinya : "Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan"

2. Dalam hadist penyusun-penyusun kitab sunan, kecuali An-Nasai dan lihat Shahih At Tirmidzi I/316

"Baarakallahu wa baaraka 'alaika wa jama'a baina kumaa fii khoir"

Yang artinya : "Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua (pengantin laki-laki dan perempuan) dalam kebaikan."


3. Doa Rasulullah SAW untuk Ali bin Abu Thalib dan Fatimah


Yang artinya : "Semoga Allah SWT menghimpun ang terserak dari keduanya, memberkati mereka berdua kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka. Menjadikanya sebagai pembuka intu tahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat."

Related Posts Widget For Blogger with Thumbnails Blogger Tutorials
 

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Mensitir pidato khalifah Abu Bakar Siddiq ra

"Wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Nah jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah kau, tetapi jika aku berbuat salah, maka saya betulkanlah. Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat menggambil hak dari padanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat sehingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan rasul Nya, tetapi bila kau tidak mentaati Allah dan rasul Nya kamu tidak perlu mentaatiku." 

Dari uraian tersebut diatas bahwa rakyat mempunyai hak dan berkewajiban serta dituntut agar berperan aktif dalam pembangunan yang dicanangkan pemerintah karena pembangunan itu lahir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan rakyat diberi hal koreksi kepada pimpinan (Abu Bakar) dengan jalan yang baik.


A. Tuntunan islam dalam membangun negara 

Tuntunan terhadap umat islam dalam membangun negara berpedoman terhadap Firman Allah dalam Al Quran surat Ar Ra'du ayat 11 sebagai berikut yang artinya : "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia"(QS. Ar Ra'du : 11) 

Kandungan ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa Allah menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, dimuka dan dibelakangnya serta disampingnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat yang menjaganya di malam hari dan ada yang di siang hari, menjaga dari berbagai-bagai bahaya dan kemudharatan dan tak ada pula malaikat yang mencatat semua amal perbuatan manusia yang baik dan buruk. Dua malaikat satu disebelah kanan dan satu disebelah kiri yang mencatat amal perbuatan manusia. Yang sebelah kanan mencatat segala kebaikannya dan yang sebelah kiri mencatat segala keburukanya . 

Sebagai manusia yang berbudaya dan sadar akan kewajibanya sebagai warga negara dalam membangun negara akan terkait berbagai hubungan dengan lingkungannya seperti : 
  1. Hubungan manusia dengan Allah yang terwujud dalam agama 
  2. Hubungan manusia dengan manusia yang terwujud dalam hubungan sosial 
  3. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya yang terwujud dalam ilmu dan teknologi 
  4. Hubungan manusia dengan kebutuhannya yang terwujud dalam ekonomi 
  5. Hubungan manusia dengan rasa aman yang terwujud dalam usaha pertahanan dan keamanan 
Untuk mencapai kesejahteraan dan keamanan perlu pembangunan karena kesejahteraan dan keamanan tidak akan datang sendirinya, bahkan Allah telah memperingatkan kepada manusia dalam firmaNya : "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ..." (QS. Ar Ra'du : 11) 

Atas dasar itulah manusia diperintahkan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai cita-citanya dalam melepaskan diri dari kesulitan yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada bangsa dan negara dengan pembangunannya akan tetapi kepastian tercapainya cita-cita itu ada dalam kekuasaan Allah swt. 

B. Tuntunan islam dalam membela negara 

Sejarah bangsa indonesia sejak zaman Gadjah Mada , ternyata bahwa bangsa Indonesia pada waktu itu telah memiliki negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kemerdekaan dan kedaulatan itu kemudian hilang dengan kedatangan kaum penjajah dan berganti dengan kesengsaraan, penderitaan serta kemiskinan. 

Islam mengajarkan kepada penganutnya untuk membela negara. Dijelaskan dalam suatu hadist "bahwa lari dari peperangan/perjuangan adalah dosa". Oleh karena itu kita harus berjuang dan mencintai tanah tumpah darah kita seperti dalam ungkapan sebagai berikut yang artinya : "Cinta tanah air itu bahagian dari iman ". 

Ungkapan itu telah dibuktikan oleh orang-orang islam berjuang untuk mengusir penjajah dengan ikhlas karena itu adalah ajaran agamanya. 

Atas dasar ungkapan itu bahwa membela negara adalah tuntutan bagi umat islam yang menyangkut kualitas iman seseorang sebagai warga negara sehingga mampu nenghadapi segala ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa.



 

Kerjasama dalam Usaha


A. Dalam Bidang Perdagangan

Perdagangan adalah salah satu bentuk usaha yang pernah dilakukan Nabi Muhammad. Berdagang dalam pengertian yang umum dikenal dalam masyarakat adalah suatu tindakan menukarkan sesuatu barang dengan benda lainya. Misalnya menukarkan beras dengan uang atau emas. Barang-barang yang diperdagangkan tidak dibatasi asal barang tersebut halal diperjualbelikan. 

Karena itu, berdagang ada kalanya merupakan usaha sendiri dengan modal sendiri. Namun ada juga berdagang yang menggunakan cara usaha bersama yang disebut berkongsi atau dalam istilah ilmu fiqih syarikat (syirkah). Syirkah atau syarikat adalah perdagangan bersama dengan modal dan usaha bersama. Jadi yang memiliki modal sama-sama berusaha. 

Di samping usaha melalui syarikat, dalam perekonomian islam juga dikenal perkongsian yang disebut dengan Qiradh. 

Kerjasama dengan sistem Qiradh yaitu seseorang yang mempunyai uang meminjamkan kepada temanya agar uang tersebut dapat dijadikan modal, sedangkan yang meminjamkan modal tidak ikut berusaha (bekerja). Kedua bentuk kerjasama di atas mempunyai cara dan peraturan yang berbeda. 

1. Syirkah

Setiap usaha yang dilakukan hendaknya didasarkan kepada niat baik, hati ikhlas dan sikap jujur. Sebab berhasil dan tidaknya usaha seseorang dalam kehidupan sangat tergantung kepada niat, keikhlasan dan kejujuran. Apabila dua orang atau lebih bergabung dalam satu syarikat usaha (seperti NV, PT dan lain-lain) sudah barang tentu semua aktifitas yang dilakukan merupakan tanggung jawab bersama baik dalam hal positifnya atau negatifnya. Positifnya jika syarikat tersebut mempunyai untung dan negatif apabila syarikat mengalami kerugian. 

Suatu usaha bersama dimana anggota tidak saling mempercayai niscaya usaha tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, jika hendak berusaha bersama yang pertama diusahakan adakah menyatukan niat dan tujuan. Karena itulah, dalam salah satu hadist Nabi berkata : yang artinya : Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Allah swt berfirman : "Aku adalah fihak ketiga dari dua orang yang berserikat dalam berdagang, selama yang seorang tidak berkhianat/mengkhianati temanya. Apabila ia mengkhianati, saya tinggalkan keduanya"(HR. Abu Dawud) 

Melihat kepada hadist di atas, bahwa Allah memberikan perlindungan kepada siapa saja yang melakukan usaha bersama asal usaha tersebut dilakukan dengan jujur dan tidak saling khianat-mengkhianati. Yang dimaksud dengan Allah fihak ketiga pada hadist diatas adalah, bahwa Allah merestui dan menyenangi perbuatan tersebut. Dalam fiqih Islam disebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bagi orang yang akan mengadakan syarikat usaha yaitu : 
  1. Modal bersifat tunai 
  2. Anggota perserikatan, bahwa modal yang ada dicampur menjadi satu, dan bidang usaha dilakukan harus disepakati terlebih dahulu  
  3. Seluruh saham (modal) dicampur, sehingga tidak dapat dibedakan 
  4. Anggota syirkah harus menyebutkan beberapa kesepakatan kerja atau membelanjakan uang. Misalnya anggota memberikan batas wewenang mengeluarkan uang dan lain sebagainya. 
  5. Untung dan rugi diatur menurut perbandingan modal yang diberikan 

Melihat kepada beberapa persyaratan yang dirumuskan para ulama islam tentang usaha bersama ini, tampaknya sudah mencoba memberikan jalan mengatasi adanya kecurangan dan pengkhianatan dalam usaha. 

Salah satu usaha atau persyaratan untuk mencegahnya adanya kecurangan dalam berkongsi, dalam fiqih islam disebutkan bahwa perserikatan harus dilakukan dengan perjanjian. Termasuk kedalam perjanjian tersebut pembicaraan masalah keuntungan dan kerugian. Oleh karena itu, dapat dikumpulkan bahwa perserikatan dalam usaha yang terdapat dalam agama islam didasarkan kepada dua hal. Pertama, kebersihan jiwa dan mental, seperti memiliki sifat jujur, dan tidak mengkhianati teman. Kedua, menetapkan sesuatu berdasarkan musyawarah dan kesepakatan yang disebut dengan perjanjian. 

2. Qiradh 

Qiradh dalam fiqih islam diartikan sebagai usaha bersama yang satu sama lain berbeda dalam tugas dan fungsi. Satu pihak adalah pemilik modal, pihak yang lain mengusahakan modal. Artinya ada seorang yang memiliki modal, lalu modal tersebut diberikan kepada temanya untuk diperdagangkan. Adapun masalah untung dan rugi ditetapkan berdasarkan kesepakatan di waktu aqad oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Qiradh adalah salah satu bentuk kerjasama di mana yang mempunyai harta membantu yang tidak memiliki harta, tetapi mempunyai keinginan untuk berusaha (berdagang). 

Dalam sejarah perdagangan masyarakat Arab sebelum Agama Islam diturunkan perbuatan Qiradh ini sudah dikenal mayarakat Arab. Bahkan Imam Malik seorang ulama terkenal pernah berdagang dengan menggunakan modal qiradh dari Usman bin Affan. Ini suatu pertanda, bahwa Qiradh sudah dikenal dalam agama islam. Dalam salah satu hadist Nabi berkata yang artinya Dari Shuhaib ra, bahwa Nabi berkata : "Tiga perkara yang diberkahi oleh Allah ialah, jual beli sampai batas waktu, memberi modal (qiradh), mencampur sya'ir dengan gandum untuk di rumah dan bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah) 

Untuk menjaga agar modal yang diberikan dua usaha yang dilakukan yang menerima modal tidak terjadi hal-hal yang kurang diingini, maka dalam agama islam masalah mental dan niat kedua belah pihak sangat diharapkan sebagai pembimbing kerja. Meskipun demikian, ada beberapa persyaratan yang mesti ditaati oleh orang yang bersangkutan dengan qiradh, yaitu : 
  1. Harus dengan uang tunai dan dapat diketahui jumlahnya 
  2. Ruang gerak usaha tidak boleh dibatasi, termasuk tempat, waktu dan barang yang akan diperdagangkan. 
  3. Ketika diadakan kesepakatan qiradh, maka pada saat itu harus ditentukan cara pembagian keuntungan. 
  4. Orang yang menjalankan modal harus baligh, berakal (tidak gila), dan merdeka (bukan budak). 

Disamping empat syarat di atas, satu hal yang sangat penting diketahui dalam hal qiradh ialah, jika dalm perdagangan mengalami kerugian dimana kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian yang menjalankan modal, maka orang tersebut tidak boleh dituntut kerugiannya. Artinya kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh yang memiliki modal. Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu diperhatikan dan tidak boleh dilakukan oleh yang menjalankan modal qiradh, yaitu : 
  1. Tidak boleh menggunakan harta qiradh untuk kepentingan sendiri dan untuk derma 
  2. Tidak boleh berdagang ke tempat-tempat yang cukup besar resikonya, kecuali seizin yang mempunyai modal. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya sesuatu yang tidak diingini bersama. 

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa qiradh dengan memberikan modal kepada orang lain untuk diperdagangkan adalah perbuatan yang dibolehkan oleh agama islam. Qiradh yang baik harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana yang telah disebutkan diatas. 

B. Dalam Bidang Pertanian 

Sektor pertanian sama halnya dengan sektor perdagangan, yaitu sebagai sumber penghidupan dan dapat dijadikan sebagai usaha. Sektor pertanian mencakup segala sesuatu yang diusahakan dengan menggunakan bumi, baik itu diladang maupun di sawah. Kerja sama dalam bidang pertanian ini dibagi kepada dua kelompok, yaitu yang tergolong kebun, dan yang tergolong sawah.  

1. Berkebun 

Apabila seseorang mempunyai sebidang tanah yang ditanami dengan berbagai macam buah-buahan atau sayur-sayuran atau berbagai macam palawija, tetapi ia tidak samggup menjaga dan memeliharanya sebagaimana seharusnya, lalu ia berikan kepada orang lain untuk memelihara dan menjaga. Maka hal itu dalam fiqih islam disebut Musaqah. Musaqah adalah bagi hasil kebun dengan ketentuan yang ditentukan yang ditentukan antara yang menjaga dengan yang punya. 

Musaqah juga termasuk usaha untuk meratakan penghasilan dan upaya membantu si miskin dari yang kaya. Tanah atau ladang yang dimiliki orang kaya yang tidak sanggup mengelolanya lebih bermanfaat dimusaqahkan kepada orang miskin, yang memiliki kebun juga terhindar dari perbuatan mubazir dan menyia-nyiakan rezeki yang diberi Allah. Nabi Muhammad pernah menerapkan hal ini dalam Hadistnya yang artinya Dari Ibnu Umar ra, "Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil pertahunan (Palawija)". (HR. Muslim) 

Dalam hadist di atas terdapat dua macam hasil ladang yaitu buah-buahan dan hasil tahunan (palawija). Ini berarti bahwa Nabi tidak membatasi tumbuh-tumbuhan yang ditanam di ladang. Hanya dalam fiqih islam disebutkan beberapa syarat jika akan mengadakan musaqah, yaitu : 
  1. Perlu ditetapkan masa berlakunya perjanjian musaqah. Sekurang-kurangnya ditentukan menurut waktu kemungkinan semua buah-buahan sudah berbuah. 
  2. Pembagian hasil hendaknya sebelum bermusaqah harus sudah ditentukan, apakah seperdua, sepertiga, atau seperempat 
  3. Antara yang memiliki kebun dan tukang kebun sama-sama berhak membelanjakan harta masing-masing 

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kerja sama dalam mengusahakan kebun antar yang memiliki dan tukang kebun dalam hal pembagian atau parohan tukang kebun ditentukan melalui kesepakatan kedua belah pihak. 

2. Muzara'ah 

Dalam mengolah sawah ada dua bentuk parohan yaitu yang disebut dengan Muzara'ah dan Mukhabarah. Muzara'ah ialah perjanjian mengolah sawah dengan ketentuan sepertiga atau seperdua bagi yang mengolahnya dengan ketentuan benih berasal dari yang kerja. Sedangkan Mukhabarah ialah parohan dengan memberikan sepertiga, seperempat atau seperdua kepada yang mengolah sawah dengan perjanjian benih dari yang memiliki sawah. 

Untuk menentukan beberapa bagian yang menggarap dan beberapa untuk yang memiliki sawah tergantung kepada perjanjian sebelum mengikat kerjasama. Hanya berdasarkan perhitungan dunia pertanian modern, perlu diperkirakan masalah pupuk dan obat-obatan anti hama. Dalam fiqih yang ditulis ulama sebelum abad 20 yang hanya diperhitungkan baru masalah bibit. 

Tetapi sawah sekarang tidak hanya membutuhkan bibit, tetapi juga pupuk, obat anti hama dan biaya perawatan lainya. Oleh karena itu, perolehan dalam mengelola sawah secara pasti beberapa persen untuk yang mengelola tidak ada kepastian dan itu tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak.



 

Ayat Al Quran dan Hadist tentang Muamalah


A. Ayat Al Quran tentang Muamalah

1. Lemah lembut

Firman Allah swt yang artinya "Maka disebabkan dari rahmat Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Dan musyawarahkanlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (QS. Ali Imran : 159).

Agama islam adalah agama perdamaian dan selalu bersifat lemah lembut dalam mengajak umat manusia. Sifat lemah lembut tersebut juga menjadi bagian dari ciri orang yang bijak dan orang beriman. Karena itu, Al Quran sangat tidak menyukai manusia yang kasar. Manakala ada manusia yang belum beriman, maka janganlah mereka diperlakukan secara kasar. Ajaklah mereka denga lemah lembut dan berbicaralah sdcara baik. Hal ini merupakan senjata yang ampuh dan telah terbukti dipraktekkan Nabi Muhammad ketika beliau berdakwah mengajak kaum kafir Quraisy untuk agama islam.

Kelembutan dam kesopanan itulah hendaklah terus dikembangkan dan dipertahankan sebagai ciri dakwah islamiyah. Karena itu, ayat diatas juga menyebutkan masalah musyawarah. Apabila kaum muslimin sesama kaum muslimin menemukan perbedaan pendapat atau antara kaum muslimin dengan pemeluk agama lainya janganlah hal itu diselesaikan dengan kekerasan, tetapi lewatlah jalan musyawarah.

Manusia hendaklah jangan putus asa mana kala mana kala usaha yang dilakukanya tidak berhasil  atau belum berhasil. Allah mengatakan apabila hal itu telah dilakukan maka serahkanlah hasilnya kepada Allah dengan bertawakal. Bertawakallah dalam ayat ini berarti lakukanlah yang menjadi kewajibanmu, dan apapun hasilnya itu merupakam tugas Allah. Jadi dalam agama islam tidak ada tempat bagi orang yang yang putus asa atau merasa kecewa apabila perbuatanya belum berhasi. Karena itu merupakan urusan Allah. Di sini tersimpan satu pengertian yang sangat mendalam yaitu agama islam tidak mengenal adanya putus asa dan penyesalan. Sehingga kalau seorang belum mendapat hasil dari apa yang dilakukan sekarang, mungkin belum saatnya, dan bertawakalah kepada Allah niscaya suatu saat Allah akan mengabulkannya. 

2. Musyawarah 

Firman Allah swt yang artinya "Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan Shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". (QS. Asu Syura : 38)

Yang dimaksud dengan orang yang mematuhi seruan Tuhannya dalam ayat di atas adalah kaum muslimin yang mengaku beriman kepada Allah melalui ucapan dua kalimat syahadat. Artinya setelah manusia mengucapkan dua kalimat syahadat, segala sesuatu tentang agama tidak berhenti sampai disitu, tetapi harus diikuti dengan beberapa ketentuan dan ibadah lainya. Ibadah yang disebutkan ayat diatas adalah dua yaitu ibadah yang bersifat langsung antara manusia dengan Tuhannya, yaitu shalat. Ibadah ini tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, harus dikerjakan oleh setiap manusia yang beriman. Ibadah kedua ialah ibadah melalui amal shaleh yaitu dicontohkan dalam ayat diatas dengan memutuskan segala sesuatu dengan musyawarah. Amal shaleh (musyawarah) adalah manifestasi dari rasa keimanan yang mendalam dari seorang hamba. Karena itu pada ayat di atas mendirikan shalat lebih dahulu disebutkan daripada amal shaleh (musyawarah). 

Ayat diatas adalah pedoman bagi kaum muslimin dalam bermasyarakat. Yaitu apabila menemukan masalah, maka putuskanlah hal itu dengan musyawarah. Sebab hanya dengan musyawarah itulah suatu hal yang terlihat sulit mudah dipecahkan. Apa yang dikemukakan oleh ayat Al Quran di atas sangat tepat bila kita kaitkan dengan fitrah manusia dalam hidup bersama. Setiap manusia memiliki kecenderungan dan hasrat yang berbeda. Apabila perbedaan tersebut tidak dimusyawarahkan, niscaya satu sama lain tidak mau mengalah, karena merasa sama-sama paling benar. Karena itu agama islam menganjurkan kaum muslimin memusyawarahkan segala sesuatu yang hendak dilakukan, guna menghindari munculnya perselisihan. 

Di samping membicarakan masalah shalat dan musyawarah, ayat di atas juga menyebut masalah menafkahkan sebagian dari rezeki yang diberikan Allah. Ini merupakan peringatan kepada umat manusia, bahwa apa yang diberikan Allah berupa rezeki didalamnya terdapat hak orang lsin, seperti hak fakir miskin, hak masyarakat dan lain sebagainya. Untuk menyalurkan hak tersebut Allah telah menetapkan antara lain dengan membayar zakat, infak dan sedekah. 

Setiap kaum muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat harus menunaikan ibadah wajib seperti shalat dan harus menyelesaikan segala sesuatu dengan musyawarah, serta bertanggung-jawab terhadap masa depan orang lain dengan membayarkan sebagian hak orang lain dari hartayang dimiliki. 

3. Jangan mengingkari ayat-ayat Allah 

Firman Allah swt yang artinya "Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan" (QS. Al A'raf : 103). 

Dalam ayat ini Allah membentangkan kisah Nabi Musa as yang diutus dengan membawa ayat-ayatnya kepada Firaun untuk mengeluarkan Bani Ismail dari perbudakan dan penindasan Firaun dan pembesar-pembesarnya. Kisah Nabi Musa as dalam surat makiyah itu disebutkan dalam Al Quran lebih dari 130 x. Tidak ada seorangpun Nabi lainya, ataupun raja-raja yang namanya disebut sebanyak itu dalam Al Quran. Hal ini disebabkan antara lain karena kisah Nabi Musa sangat mirip dengan kisah Nabi Muhammad SAW, karena syariat yang dibawanya juga nencakup masalah agama dan duniawi, sebagaimana syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu kedua nabi ini mempunyai umat yang besar jumlahnya, yang memiliki kemajuan dan peradaban tinggi. 

Nabi Musa as adalah putera Imran yang dihanyutkan ibunya ke sungai Nil, karena takut kepada perbuatan kejam dari Firaun yang telah memerintahkan untuk membunuh setiap anak laki-laki yang dilahirkan dari Bani Israil, ibunya meletakan bayinya ke dalam sebuah peti yang ditutup rapat-rapat, kemudian dihanyutkan ke sungai Nil, dan keluarga Firaunlah yang mengambilnya. Diasuh dan dipelihara di lingkungan Firaun. 

Dalam ayat ini, Allah swt mengkisahkan bahwa Nabi Musa as dengan membawa ayat-ayat kepada fir'aun dan pemuka-pemukanya, yang ia telah kafir terhadap ayat-ayat Allah yang dibawa oleh Nabi Musa as. Mukjizat yang dibawanya kepada mereka ditolak dengan sikap angkuh dan sombong. 

Andai kata Fir'aun dan para pemukanya itu beriman kepada ayat-ayat yang dibawa Nabi Musa as dan agama yang dibawanya, niscaya seluruh penduduk negeri Mesir ketika itu beriman pula, bab mereka itu semuanya berada dalam genggaman kekuasaan Fir'aun dan para pembesarnya. 

Karena keinginan fir'aun dan para pembesarnya, pada akhirnya dapat mengalahkan ahli-ahli sihirnya serta meyakinkan para ulamanya tentang kebenaran risalah yang dibawanya. Fir'aun berusaha agar Bani Israil tidak berkembang di negeri Mesir maka ia berusaha untuk membunuhnya yaitu dengan membunuh setiap laki-laki yang lahir, dan menindas dengan pekerjaan-pekerjaan paksa dan dan berat. 

Oleh karena itu , maka Allah swt mengutus Nabi Musa as untuk membebaskan mereka dari Mesir. Pertolongan Allah kepada Nabi Musa as selanjutnya ialah menimpakan azab kepada fir'aun dan menyelamatkan kaum-kaum Nabi Musa, serta tenggelamnya Fir'aun dan para pengikutnya dan bala tentaranya di laut Merah , ketika mereka mengejar Nabi Musa dan kaumnya. 

Kisah ini mengandung pelajaran yang amat berharga, bahwa kekuatan material semata-mata tidak menjamin kemenangan bagi seseorang atau suatu kaum. Sebaliknya, suatu umat yang mempunyai keimanan yang teguh kepada Allah, niscaya akan memperoleh pertolongan dari padaNya, sehingga umat tersebut akan dapat mengalahkan orang-orang yang hanya berdasarkan kepada kekuatan material semata-mata. 

B. Hadist tentang Muamalah 

1. Rasa Perikemanusiaan 

Hadist Nabi yang artinya "Pelayanmu (budak-budakmu) adalah saudara-saudaramu sendiri. Maka barang siapa menelihara saudaramu atau asuhanya itu, hendaklah diberi makan kepadanya dari yang ia makan sendiri dan hendaklah diberikan pakaian dari yang ia sendiri memakainya. Dan janganlah diberatkan mereka dengan pekerjaan yang tak disanggupi, berat mereka mengerjakan. Dan jika terpaksa disuruhkan juga mereka mengerjakan yang berat,hendaklah diberikan pertolongan" (HR. Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi) 

Dalam sejarah perbudakan, jazirah Arab sangat terkenal dengan perlakuan terhadap budak yaitu sangat kasar. Sehingga ketika agama diturunkan di jazirah Arab, salah satu tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad adalah perbudakan. Agama Islam termasuk agama yang berhasil menghapuskan perbudakan di muka bumi khususnya di daerah-daerah yang Islam berkembang baik. Salah satu bukti bahwa agama islam tidak mengenal adanya perbudakan adalah Hadist di atas. Bahkan agama islam memandang, bahwa orang yang membantu atau dijadikan budak adalah manusia biasa yang mempunyai hak dan kewajiban sama dengan yang lainya, sehingga Nabi bersabda apabila memberi makan dan pakaian tidak berbeda dengan yang lain. 

Jika dihubungkan dengan keadaan dalam masyarakat Indonesia, istilah yang sering didengar adalah pembantu. Pembantu rumah tangga dalam agama islam sama kedudukanya di sisi Allah sebagaimana anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi siapapun untuk memperlakukan dirinya dapat dipandang sebagai manusia yang tidak mentaati ajaran agama islam. 

Memperlakukan pembantu sama dengan diri sendiri dalam segala hal merupakan prinsip yang lahir dari pandangan agama islam terhadap manusia. Manusia dalam Agama Islam tidak ada bedanya kecuali takwanya. Ini berarti kekayaan, status sosial dan pangkat bukanlah ukuran seseorang itu baik. Oleh karena itu Agama Islam semenjak awal diturunkan di jazirah Arab telah menentang adanya perbudakan. 

Agama Islam adalah agama yang anti kepada perbudakan. Setiap manusia disisi Allah sama, baik kaya, miskin, berpangkat semuanya jika bersalah tetap akan mendapat hukuman. Karena itu, jika kita mempunyai pembantu rumah tangga perlakukanlah ia sebagai manusia biasa yang tidak ada perbedaannya dengan kita. 

Apabila kita dipukul sakit, dihina merasa mara, maka hal itu sama rasanya jika dilakukan kepada orang lain. 

2. Berbuat jujur dan tidak sombong 

Hadist Nabi yang artinya Dari Abi Sofyan Sokhr Ibnu Harb ra di dalam hadistnya yang panjang tentang kisahnya raja Heraklius (Kaisar Romawi Timur) berkata kepada Abi Sofyan : Maka apa yang diperintahkan kepadamu atasnya? Yakni Nabi Muhammad SAW. Berkata, kata (Abi Sofyan), Dia (Muhammad) bersabda : Sembahlah Allah Yang Esa, dan janganlah kamu memperserikatkanNya, tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan nenek moyangmu, kita disuruh mengerjakan shalat, jujur, sopan dan mempererat hubungan famili. (Muttafaq 'alaih) 

Hadist diatas adalah salah satu bentuk dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad. Raja Heraklius di Romawi adalah raja yang besar, baik pengaruh maupun daerah kekuasaanya waktu itu. Tetapi Abu Sofyan yang diutus Nabi menemui Heraklius kembali dengan selamat ke negerinya tanpa diperlakukannyasecara kasar. Melihat kepada isi pembicaraan yang disampaikanya patut mendapat penghormatan, karena Nabi Muhammad berpesan kepada Abu Sofyan mengangkat nilai-nilai ajaran islam yang sangat tinggi mutunya. Pertama, Nabi berpesan masalah tauhid, dimana hal itu merupakan yang prinsip dalam agama islam. Selanjutnya melarang menperserikatkan Allah dan berbuat jujur dan saling bantu-membantu (mempererat hubungan famili. Ajaran-ajaran Nabi ketika itu termasuk baru dalam masyarakat, sehingga seluruh masyarakat tertarik. Apalagi kalau dihubungkan dengan sejarah masyarakat Arab. Antara anggota keluarga sering terjadi peperangan, apalagi antar kabilah (suku). 

Dari hadist di atas juga dapat dlihat sistimatka berpikir Nabi dalam mengajak orang lain masuk islam. Hal yang pertama disebut adalah tauhid, kemudian shalat dan selanjutnya masalah sopan, jujur dan lain sebagainya. Memang kalau diihat proses seseorang beragama, maka yang pertama kali diucapkan adalah kalimat syahadat yaitu pengakuan atas keesaan Tuhan dan kerasulan Nabi Muhammad. Selanjutnya baru mengerjakan ibadah dan seterusnya beramal shaleh. 

Disamping menjelaskan sistimatika dakwah, hadist diatas juga menjelaskan kepada kita tentang nilai-nilai dan ajaran-ajaran agama islam dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, dan berkeluarga. 

Kaum muslimin dalam hidup bermasyarakat harus menjaga kejujuran, kesopanan dan berbuat baik dengan anggota keluarga. Karena hal itu merupakan bagian dari proses beriman dan tindak lanjut dari pengakuan terhadap adanya Allah serta kerasulan Nabi Muhammad.



 

Pembagian Harta Warisan dalam Islam (Mawaris)


A. Yang Tidak Berhak Menerima Waris

Dalam ilmu Faraidh, harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia dibagikan kepada ahli warisnya yang masih hidup. Semua ahli waris tersebut telah dijelaskan dalam Al Quran. Ahli waris disini berkaitan erat dengan garis keturunan seseorang, baik itu waris dari keturunan ibu yang meninggal. Di sini tampak bahwa agama islam sangat adil dalam mengatur kehidupan berkeluarga dan telah menciptakan suatu sistem keluarga yang satu sama lain memiliki kaitan jiwa sampai harta. Meskipun yang meninggal dan yang masih hidup tidak mencari harta bersama atau yang meninggal tidak dibantu mengusahakan harta selama hidupnya, namun mereka masih tetap mendapat bagian. Hal ini dapat dilihat secara terperinci dalam surat An Nisa ayat 7 s/d 14.

"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan".(QS. An Nisa : 7)

"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik".(QS. An Nisa : 8)

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".(QS. An Nisa : 9)

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".(QS. An Nisa : 10)

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".(QS. An Nisa : 11)

"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun".(QS. An Nisa : 12)

"(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar". (QS. An Nisa : 13)

Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (QS. An Nisa : 14)

Walaupun demikian, seseorang yang telah ditentukan akan menerima warisan dari seorang yang meninggal atau keluarganya, namun karena sesuatu hal hak tersebut dihilangkan atau hak warisnya dibatalkan. Di antara sebab yang mengakibatkan demikian antara lain, perbedaan agama, karena membunuh, karena ia adalah seorang hamba sahaya (budak).

1. Karena perbedaan agama

Seorang yang meninggal dunia dan memiliki saudara yang agamanya bukan islam, maka dalam pembagian harta warisan tidak mendapat bagian. Demikian pula sebaliknya. Apabila ada seorang yang bukan beragama islam meninggal dan meninggalkan harta dan saudara yang beragama islam tidak berhak atas warisan tersebut. Hal ini menurut para ulama ahli fiqih islam sudah menjadi pendapat sebagian besar ulama. Adapun dasar daripada pendapat ini adalah hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi yang artinya : Dari Abdullah bin Umar ra berkata , Rasulullah SAW berkata : "Tidak saling mewarisi  antara dua pemeluk agama yang berbeda" (HR. Ahmad dan Turmuzi)

Dalam hadist ini Nabi menyebutkan secara tegas tentang perbedaan agama dan memang tidak ditegaskan apakah hanya berlaku bagi orang islam saja atau juga agama lain. Artinya tidak dijelaskan, apakah orang-orang muslim yang meninggal lalu saudaranya bukan muslim itu tidak dimasukan sebagai ahli waris, atau orang non muslim yang meninggal dan saudaranya beragama islam tidak juga mendapat waris. Namun hadist diatas menurut sebagian besar ulama tetap mengandung pengertian bahwa orang yang saling berbeda agama tidak saling mewarisi, karena dikuatkan oleh hadist sebagai berikut yang artinya : Dari usamah bin zaid, bahwa Nabi SAW berkata : "orang muslim tidak menerima waris dari orang kafir, dan orang kafir tidak menerima waris orang muslim". (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Karena membunuh

Sebab kedua yang menyebabkan seseorang dibatalkan menerima waris, ialah apabila ia terlibat membunuh yang mewariskan harta. Hal ini tidak terkecuali ahli waris yang terdekat sekalipun seperti anak dan istri. Masalah ini terdapat dalam hadist Nabi sebagai berikut yang artinya : Dari Amr bin Syua'aib dari ayah dan kakeknya berkata Rasulullah : "Tidak ada hak bagi pembunuh dalam hal warisan sedikitpun."(HR. Nasai)

Dan hadist nabi yang artinya "Barang siapa membunuh seseorang, maka ia tidak dapat mempusakainya, walaupun korban tidak mempunyai pewaris selainya dan jika si korban itu bapaknya atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima harta peninggalan (HR. Ahmad)

Apabila dipelajari lebih jauh kenapa agama islam membatalkan hak waris seseorang yang membunuh yang akan mewariskan harta tersebut? sebagaimana yang telah dalam fiqih islam, maka perbuatan membunuh sesama kaum muslimin termasuk dosa besar dan hukumnya tergolong berat . Lagipula, kalau agama islam tetap mengakui hak waris orang yang membunuh keluarganya, niscaya orang yang memiliki harta tidak akan merasa aman hidupnya. Sebab ia selalu dibayang-bayangi oleh niat jahat manusia yang bernafsu serakah. Bagi orang yang berniat jahat, agar ia dapat menerima warisan dari keluarganya yang memiliki harta, maka dapat saja dia melakukan pembunuhan. Akhirnya orang merasa tidak aman beragama. Adanya ketentuan, bahwa orang yang membunuh tidak berhak menerima warisan, berarti agama islam melakukan langkah preventif terhadap kemungkinan adanya usaha-usaha seperti yang disebutkan di atas. Sekali lagi kita melihat, betapa tingginya nilai kemanusiaan yang dibawa oleh ajaran islam.

3. Budak

Pada dasarnya budak dengan pengertian seperti yang terdapat dalam sejarah Arab di dunia Islam sekarang sudah tidak ada lagi. Meskipun demikian dalam pembahasan warisan ini tetap dikemukakan, bahwa dalam agama islam tidak menerima warisan. Dalam Al Quran disebutkan yang artinya "Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri rezki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan. Adakah semua mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahuinya (QS. An Nahl : 75)


Budak, sebagaimana yang ada di masa awal islam berkembang pada dasarnya adalah milik penghulunya yang ia sendiri merupakan warisan dari yang meninggal. Jadi dalam masalah waris, budak termasuk yang diwariskan disamping harta lainya. Karena itu wajar kalau budak tidak menerima warisan.

B. Hikmah Mawaris

Ketika agama islam diturunkan dalam masyarakat Arab, Romawi dan Yahudi telah ada hukum waris mewarisi (pusaka mempusakai). Hukum waris tersebut telah berlaku lama dalam masyarakat mereka masing-masing. Agama Islam yang diturunkan pertama kali di Jazirah Arab dihadapkan pada tradisi masyarakat Arab yang memiliki hukum waris dan telah berlaku turun temurun semenjak zaman dahulu kala. Apabila kita ingin melihat, kenapa agama islam ini menurunkan hukum waris, padahal masyarakat pada waktu itu sudah ada dan diketahui oleh masyarakat umum.

Pertanyaan ini penting sekali untuk dijawab dan diketahui. Agama Islam merupakan agama yang sangat lengkap membimbing umat manusia melalui petunjuk illahi. Karena itu, wajar kalau jangkuan syariat islam jauh melebihi pandangan manusia. Sedangkan hukum waris yang ketika itu merupakan hasil ciptaan manusia yang dilakukan secara turun-temurun

Dalam masyarakat Arab sebelum islam dalam membagi harta seseorang yang telah meninggal, ada dua prinsip yang menjadi pedoman : 
Pertama : anak-anak yang belum dewasa dan perempuan tidak berhak mendapat harta warisan.

Kedua : seorang isteri dari yang meninggal dianggap sebagai harta waris dan dapat diwariskan kepada ahli waris selanjurnya, meskipun yang menerima warisan itu anak dari yang meninggal.

Dari dua prinsip di atas, tampak bahwa masyarakat Arab sebelum islam datang memandang anak-anak perempuan, serta isteri tidak termasuk anggota keluarga yang berhak menerima warisan. Hubungan darah perkawinan dan keturunan tidak dipandang masyarakat arab ketika itu sebagai sesuatu yang mendekatkan manusia dengan yang lainya. Harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal tidak dilihat sebagai kekayaan yang berkaitan usaha orang lain. Seorang suami tidak mungkin akan mendapatkan memperoleh harta tanpa bantuan isterinya. Walaupaun bantuan tersebut tidak bersifat langsung. Begitu juga anggota keluarga lainya. Bagi masyarakat Arab jahiliyah hubungan yang dipandang bermanfaat ialah hubungan yang bermanfaat secara langsung pada dirinya.  
Ketika agama islam diturunkan kepada Nabi Muhammad, semua tradisi di atas dirubah berdasarkan syariat islam. Dalam satu hadist diceritakan seorang laki-laki bernama Mishham bin Abi Qais al Aslat yang telah meninggal ayahnya. Ketika itu ayahnya mempunyai istri. Mishham mempunyai keinginan hendak mengawini janda bapaknya, lalu ia datang kepada Rasulullah menanyakan hal tersebut. Lalu Nabi menjawab dengan suatu ayat yang datang beberapa saat kemudian yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS. An Nisa 19) 

Maksud ayat di atas adalah melarang kaum muslimin melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan orang Arab Jahiliyah. 

Kedatangan agama Islam membawa syariat khususnya tentang waris dan beberapa hal yang diakibatkannya antara lain menghilangkan hukum waris Arab Jahiliyah, pembentukan keluarga muslim, waris memiliki nilai pendidikan, dan hukum waris islam memberikan keseimbangan antara hak individu dan hak keluarga. Kedatangan agama islam membawa syariat khususnya tentang waris dan beberapa hal yng diakibatkannya antara lain menghilangkan hukum waris Arab Jahiliyah, pembentukan keluarga muslim, waris memiliki nilai pendidikan, dan hukum waris islam memberikan keseimbangam antara hak individu dan hak keluarga. 

1. Menghilangkan Hukum Waris Arab Jahiliyah 

Masyarakat seperti yang disebutkan di atas ternyata tidak memandang manusia tentang kedudukanya dalam keluarga mempunyai hak dan kewajiban. Syariat Islam memandang harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal bukan hanya hasil jerih payahnya sendiri, tetapi juga melibatkan usaha dan bantuan orang lain. Karena agama islam mengajarkan, bahwa seseorang yang hidup di dunia tanpa bantuan orang lain, niscaya ia tidak akan menjadi orang mukmin yang baik. Seorang mukmin yang baik akan tahu batas antara hak nya dengan hak orang lain. Dan saling bantu membantu dalam usaha dan kehidupan. Oleh sebab itu, dalam Al Quran disebutkan yang artinya : "Bagi orang-orang laki-laki ada hak bagian harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan". (QS. An Nisa : 7) 

Dari ayat di atas tampak jelas adilnya agama islam menempatkan seluruh hubungan dalam warisan. Yang menerima warisan tidak hanya isteri, anak, ibu dan keluarga dekat tetapi juga diikut sertakan anggota masyarakat lainya seperti bailatul mal, atau teman yang mendapat wasiat. 

2. Waris Sebagai Salah Satu Sumber Nilai Pembentukan Keluarga Muslim. 

Seorang muslim yang baik apabila berkeluarga ia bertanggung jawab terhadap masa depan keluarganya, seperti isteri, anak dan saudara lainya. Tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya dalam agama islam disebutkan dalam Al Quran yang artinya : "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik, seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya dan warispun berkewajiban demikian". (QS. Al Baqarah : 233). 

Memberi jaminan terhadap masa depan anak berarti segenap usaha yang dilakukan oleh seorang ayah harus mencakup ke segenap aspek kehidupan. Yakni aspek ekonomi, pendidikan dan sosial. Begitu juga dalam bergaul, seorang ayah bertanggung jawab mendidik anaknya agar memiliki pergaulan yang harmonis dengan tetangga dan keluarga lainya. Oleh karena itu, keluarga muslim menempatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memandang seorang anak dari segi hubungan seagama. Seorang anak tidak akan dewasa dan terkontol sendiri pembinaanya oleh orang tuanya, melainkan perlu mendapat bantuan dari keluarga lain. Dari segi hubungan, wajar apabila agama islam menggariskan, bahwa yang mendapat harta warisan bukan hanya anggota keluarga yang berkaitan dengan perkawinan seperti isteri dan anak, tetapi juga sanak famili lainya yang hanya memiliki hubungan saudara bukan karena perkawinan. 

Nilai sosial yang diberikan oleh hukum waris islam adalah adanya kaitan yang erat antara hubungan waris dengan pembinaan seorang anak dalam keluarga. Nilai inilah yang tidak dimiliki oleh agama lain, baik itu masyarakat Arab maupun masyarakat lainya. Dalam masyarakat Arab, seorang yang meninggal tidak dilihat hubungan sosialnya, tetapi hanya dilihat kegunaan harta yang ditinggalkan dengan pengertian yang sempit. Sehingga isteri dan anak perempuan tidak mendapat tempat dalam warisan, apalagi keluarga jauh yang tidak terikat dengan perkawinan. Hal inilah yang disebutkan dalam Al Quran dalam hadist bahwa kehidupan manusia tidak hanya tergantung kepada amaliah yang menguntungkan secara pribadi, tetapi juga dapat diambilkan dari alamiah yang menguntungkan masyarakat umum. 

3. Waris Memberikan Nilai-Nilai Pendidikan 

Apabila dilihat dari aspek pembagian harta atau orang yang berhak mendapatkan harta waris dalam agama islam, jumlahnya banyak sekali. Mulai dari yang memiliki hubungan paling dekat seperti anak, isteri, ayah dan ibu, sampai dengan hubungan yang relatif jauh, seperti kakek, cucu, anak saudara perempuan dan saudara laki-laki. Ditinjau dari sudut pendidikan, penemuan waris seperti yang demikian itu mempunyai nilai pendidikan bagi masyarakat islam. Yakni nilai kebersamaan dan saling bantu serta menghargai jasa orang lain. 

Menurut pandangan keluarga modern, bahwa pendidikan anak tanggung jawab orang tua semata. Segala sesuatu yang berkaitan dengan masa, depan anak sepenuhnya dilimpahkan kepada orang tuanya. Padahal kehidupan seorang anak tidak hanya di rumah, di sekolah, dalam masyarakat dan lingkungan lainnya. Sedangkan orangtua masyarakat modern, waktunya lebih banyak dihabiskan dalam mengurus kehidupan dan pekerjaan. Sementara waktu untuk pembinaan dan pendidikan anak hampir tidak ada. Akhirnya perkembangan dan pembinaan anak hanya mengandalkan pendidikan di sekolah. Padahal anak tidak tidak hanya terkontrol oleh keluarga, dan mudah terjerumus kedalam kehidupan yang merusak mental dan akhlak. Pandangan orang tua yang menyatakan, bahwa kecukupan di bidang ekonomi dapat menyelesaikan problema keluarga, ternyata tidak terbukti dalam masyarakat. Dalam Islam, keluarga dipandang sebagai kesatuan orang yang mempunyai niat sama dab bekerja sama dalam kehidupan serta saling bantu membantu. Jika dikaitkan dengan pendidikan, bantu membantu dapat merupakan mengontrol tingkah laku dan perkembangan anak, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Sehingga beban orang tua dapat menjadi ringan, karena dalam membina anaknya sudah dibantu oleh keluarga lain. 

Berdasarkan konsep keluarga Islam seperti diatas, maka hukum waris Islam juga menempatkan, bahwa anggota keluarga lainya juga patut diberi hak untuk menerima waris. Nilai inilah yang hendak ditanamkan oleh ajaran islam ke dalam masyarakat. Begitu juga melalui hukum waris ini berhubungan kekeluargaan akan terjalin semakin erat. Sehingga ukhuwah islamiyah tidak terputus apabila ada seseorang yang meninggal. 

4. Hukum Waris Islam Memberi Keseimbangan Antara Hak Individu dan Hak Keluarga

Sebelum agama islam datang, hukum waris yang terkenal dan berkembang dalam masyarakat baik Arab maupun non Arab ada tiga pedoman. Pertama, hukum waris menurut tradisi masyarakat Arab, kedua hukum waris Romawi, ketiga, hukum waris orang Yahudi. Ketiga hukum waris tersebut menempatkan harta sebagai milik pribadi semata-mata. Apabila ada seorang yang meninggal ia memiliki hak-hak penuh sebelum meninggal memwasiatkan harta seluruhnya untuk diwariskan kepada siapa yang ia kehendaki. Anggota keluarga yang di tinggalkan tidak dapat berbuat apa-apa manakala yang meninggal telah memberi amanat (wasiat) kepada siapa harta tersebut diberikan. Di sini terlihat jelas bahwa harta merupakan milik pribadi tanpa ada fungsi sosialnya sedikitpun. 

Anggota keluarga yang diperhitungkan sebagai penerima waris hanya laki-laki dan itupun harus terhitung dewasa. Isteri, paman, dan kakek tidak diperhitungkan mendapat waris. Setelah agama islam datang semua tata cara pewarisan seperti diatas dihilangkan. Agama islam memberi keseimbangan antara hak pribadi yang meninggal dengan hak keluarga lainya. Kedua hak tersebut tidak dapat nembatalkan satu sama lain. Apabila sebelum meninggal ada wasiat, tetapi tidak seperti pada masyarakat Arab dan Yahudi. Jumlah yang dapat diwasiatkan terbatas bukan seluruhnya. Apabila disimpulkan secara umum, maka ada lima hal yang dirubah agama islam dalam waris dibandingkan dalam hukum waris Arab, Yahudi, dan Yahudi : 
  1. Syariat islam mengizinkan kepada seseorang, mewasiatkan hartanya untuk diwariskan kepada orang yang dikehendaki maksimal sepertiga dari harta yang ditinggalkan. Sisanya harus diberikan kepada anggota keluarga lainya atau ahli waris lainya. 
  2. Agama islam menetalkan, bahwa bapak, isteri, anak perempua, kakek semuanya tergolong ahli waris. 
  3. Agama islam membenarkan pemberian harta diistimewakan kepada satu macam ahli waris saja, seperti kepada anak saja atau yang lainnya. 
  4. Agama islam tidak menolak anak perempuan dan anak belum dewasa menerima waris. 
  5. Agama islam tidak membenarkan anak angkat dan orang yang memberikan janji setiap kepada yang meninggal mendapat harat warisan.




 

Udhiyah : Kurban dan Aqiqah


A. Kurban

1. Pengertian kurban dan hukumnya

a. Kurban dalam bahasa Arab disebut "usdl' khiiyatun" yang berarti menyembelih binatang pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah adalah : "Beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya haji dan hari tasyrik (tanggal 11-12 dan 13 Dzulhijjah) sesuai dengan ketentuan syara'."

b. Hukum kurban
Ibadah kurban selain mengandung makna taqarrub ke pada Allah, tetapi juga mengandung makna kesetiakawanan sosial dan peningkatan gizi masyarakat. Oleh karena itu berkorban sangat dianjurkan dan hukumnya sunnah muakkad.

2. Jenis-jenis hewan untuk kurban 

Hewan yang dapat dijadikan kurban adalah unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba berdasarkan surat Al Hajj : 35

3. Syarat-syarat hewan untuk kurban serta waktu penyembelihan 

a. Syarat -syarat hewan untuk kurban
  1. Hewan yang dijadikan untuk kurban hendaklah hewan jantan yang sehat, bagus, bersih, tidak ada cacat seperti buta, pincang dan sebagainya.
  2. Hewan yang dikurbankan hendaklah cukup umur. Kambing dan domba sudah berumur satu tahun atau lebih sedangkan sapi dan kerbau berumur 2 tahun atau lebih. Se ekor sapi atau kerbau untuk kurban 7 (tujuh) orang, dan kambing setiap ekor untuk satu orang.
b. Waktu penyembelihan kurban
Penyembelihan kurban dilakukan pada hari raya Idul Adha, dimulai setelah shalat Ied sampai pada tanggal 11-12 dan 13 hari berikutnya (hari tasyrik), sebelum terbenam matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah .

Firman Allah SWT yang artinya : "Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu ialah yang terputus." (QS. Al Kautsar : 1-3)

B. Aqiqah

1. Pengertian Aqiqah dan hukumnya

a. Pengertian Aqiqah 
Menurut bahasa Aqiqah berarti "bulu" atau "rambut anak yang baru lahir" . Sedangkan menurut istilah berarti : menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai dengan ketentuan syara

Aqiqah dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah kelahiran anak, baik perempuan maupun laki-laki berupa penyembelihan hewan dan pemotongan rambut. Pada hari itu pula biasanya anak diberi nama. Jika pada waktu itu belum dapat melaksanakan boleh dikemudian hari, asal anak itu belum sampai baliq (dewasa).

b. Hukum Aqiqah
Pelaksanaan aqiqah adalah sunnah bagi orang tua anak.

2. Ketentuan hewan aqiqah

Hewan aqiqah adalah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor sedangkan bagi anak perempuan satu ekor.

3. Keutamaan aqiqah

Suatu rumah tangga baru dikatakan lengkap, apabila terdiri dari ayah, ibu dan anak. Kehadiran anak dalam keluarga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi ayah dan ibu. Anak merupakan harapan masa depan dan memberi makna dalam kehidupan keluarga. Oleh karena itu kelahiran anak sebagai anugerah dan amanat Allah yang patut disyukuri. Maka aqiqah dapat dipandang sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas karunia Nya dan sebagai ungkapan rasa tanggung jawab atas amanat yang diberikan Allah agar dapat memelihara dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Selain itu aqiqah terkandung nilai-nilai sosial silahturahmi serta peningkatan gizi masyarakat, karena hewan aqiqah disembelih, selanjutnya disedekahkan dagingnya kepada para tetangga serta masyarakat lainya.

Sabda Rasulullah SAW yang artinya : "Dari Samurah ra dari Nabi SAW ia berkata : Tiap-tiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh dari hari kelahiranya, dan pada hari itu pula dicukur rambutnya serta diberi nama"(HR. Abu Daud dan Turmudzi)



 

Hal-Hal yang Merusak Iman


Manusia yang beriman diharuskan selalu berusaha memperdalam dan mempertebal keimanannya terhadap Allah swt, yang senantiasa mengoreksi dirinya, apakah yang dilakukan sehari-hari tidak menyalahi ketentian-ketentuan yang telah digariskan oleh agama islam. Perbuatan manusia, baik itu berkaitan dengan ibadah maupun muamalah akan mempengaruhi jiwa yang melakukanya.

Iman adalah pokok ajaran agama islam yang tidak akan mengalami perubahan, tetapi yang berubah adalah kemampuan manusia untuk memiliki iman tersebut. Penyebabnya bermacam, adakalanya perbuatan manusia dalam beribadah atau perbuatan dalam hidup sehari-hari. Yang berkaitan dengan ibadahnya misalnya meniatkan suatu ibadah bukan ditujukan kepada Allah. Misalnya seseorang akan shalat, waktu  berniat adalah harta perniagaan, mobil dan lain sebagainya. Sehingga niat yang seharusnya ditujukan kepada Allah, diganti kepada yang lain. Sedangkan dalam muamalah seperti suka melakukan perbuatan yang tercela, memusuhi orang lain, suka berdusta dan suka mengganggu ketentraman dan ketenangan orang lain.

Oleh karena itulah Allah sering menngingatkan manusia agar menjaga perbuatannya dari yang sesat, serta mengerjakan hal-hal yang dapat menambah kadar keimanan. Seperti menyayangi anak yatim, membantu orang miskin, orang yang sedang mendapat musibah (seperti dilanda banjir, kelaparan, sakit, dan lain-lain.). Sedangkan dalam ibadah, suka melakukan ibadah sunat seperti puasa sunat (setiap senin dan kamis), shalat sunat, seperti shalat sunat sebelum dan sesudah shalat fardu , shalat tahajjud, dan lain-lain.

Oleh karena itu, dalam bab ini akan diuraikan tiga masalah penting yang berkaitan erat dengan perilaku yang dapat merusak iman, yang perbuatan mmusyrik perbuatan munafik dan perbuatan dosa besar.

A. Munafik

Perbuataan yang dilakukan oleh manusia dapat merusak keimanan dan keyakinan seseorang. Apabila perbuatan tersebut baik dan diridhai Allah, maka akibatnya iman akan bertambah. Sedangkan menipisnya keimanan akan membuat manusia semakin mudah melakukan perbuatan -perbuatan yang merusak dan jauh nikmat dan karunia Allah.

Kata munafik berasal dari kata nifaq dari bahasa arab yang mengandung pengertian, melakukan atau berkata tidak sesuai dengan kenyataan dengan kata lain tidak satunya kata dengan perbuatan, lain dimulut lain dihati atau lain di kata lain pula diperbuatan. Dan munafik artinya orang yang melakukakan perbuatan diatas misalnya seseorang telah mengatakan dirinya beriman kepada Allah dan RasulNya tetapi dalam hatinya ia mengingkari apa yang telah diucapkan seperti firman Allah swt dalam Al Quran. Yang artinya : "Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman mereka mengatakan :" kami telah beriman" dan bila mereka kembali kepada syetan-syetan mereka, mereka mengatakan " sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok. (QS. Al Baqarah : 14)

Ciri-ciri orang munafiq dalam pergaulan di masyarakat sering kali melakukan ingkar janji, berkata dusta dan sebagainya, misalnya seseorang berjanji dengan teman akan berangkat sekolah bersama-sama, ternyata ia mengingkari janji berangkat dahulu mebinggalkan teman tanpa terlebih dahulu memberi tahu. Dalam pengertian lain, munafik adalah orang yang mengingkari suatu yang disepakati bersama atau telah menjadi ketentuan yang diputuskan berdasarkan kesepakatan. Salah satu hadist menyebutkan beberapa ciri seseorang munafik, yakni apabila berjanji tidak ditepatinya, apabila dipercaya berkhianat, dan selalu berperilaku tidak jujur. 

Hadist Nabi yang artinya : " Empat macam (sifat) barang siapa terdapat padanya suatu sifat dari yang empat itu, terdapatlah padanya suatu sebagian nifaq, sehingga ia meninggalkannya. Sifat yang empat itu ialah : Apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara dusta, apabila berjanji menyalahi, tidak ditepati, apa bila membuat suatu perjanjian, ia rusakkan atau ia kicuh, ia tipu, dan apabila ia bersengketa dengan seseorang, ia berlaku curang. (Yakni terdorong dirinya kepada berbuat maksiat dan kejahatan terhadap orang yang bertengkar dengan dia itu). (HR. Bukhari) 

Manusia yang suka berdusta atau berbohong berarti lupa kepada Allah. Agama islam mengajarkan bahwa Allah mengetahui apa yang terjadi di langit maupun di bumi. Semua perbuatan manusia tidak luput dari pemeliharaan Allah. Meskipun pada waktu melakukanya tidak luput dari penglihatan Allah. Meskipun pada waktu melakukannya tidak satupun yang mengetahui, tetapi Allah mencatat, dan pada hari akhirat nanti manusia akan mengetahui semua perbuatnya. Di akhirat kelak manusia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatanya di dunia. Manakala di dunia manusia selalu berbuat baik, maka akan menerima segala pahala kebaikan tersebut, begitu juga sebaliknya. 

Bagi manusia yang sering melakukan perbuatan menipu atau mengingkari janji pada hatinya telah tergores satu tutup atau jarak dengan Allah. Disamping itu perbuatan tersebut akan merusak hubungan dan pergaulan dengan orang lain. Apa bila hidup di dunia sudah tidak disenangi, apa bila di akherat akan mendapat hukuman yang setimpal. 

Firman Allah swt yang artinya : "Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tempat yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat orang penolong bagi mereka" (An Nisa : 145) 

Perbuatan munafik bisa terjadi dalam beberapa hal dalam kehidupan. Agama Islam melarang berlaku munafik tidak hanya karena adanya balasan di akherat, tetapi sangat merugikan dan merusak kehidupan manusia di dunia, antara lain dapat merusak hubungan keluarga, tetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang munafik akan menghilangkan kepercayaan orang lain terhadap dirinya. Padahal dalam agama islam di anjurkan agar umat manusia menjalin hubungan baik dengan teman, tetangga dan anggota masyarakat lainya. 

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa di antara sifat orang munafik adalah sombong, bermuka dua, (tidak konsisten), pendusta, penghianat, tidak menepati janji dan memfitnah. 

1. Sombong 

Sombong adalah salah satu perbuatan/tingkah laku manusia yang disebabkan oleh adanya perasaan, bahwa ia lebih hebat dalam segala hal dari orang lain. Sifat itu timbul karena, kesalahan akal memberikan kesimpulan, bahwa hanya dirinya sajalah yng patut dihormati sedangkan orang lain berada di bawahnya. 

Kesombongan dapat di lihat dari cara seseorang berkata , berbuat atau bergau. Orang yang sombong berkata senantiasa merendahkan orang lain, kalau berbuat sesuatu selalu mengatakan perbuatanya yang terbaik dan hasil pekerjaan orang lain jelek semua sedangkan dalam bergaul kesenanganya selalu ingin dipuji, selalu didahulukan dalam segala hal.  

Dalam pergaulan sehari-hari, semua sifat -sifat diatas akan menjelma menjadi manusia angkuh. Apabila ada orang lain yang berani mengoreksi kesalahanya, ia akan marah atau memusuhi orang tersebut. Sebenarnya orang yang bersikap sombong adalah orang yang bodoh dan memiliki kerangka berpikir yang sempit. Sebab dengan perilakunya itu, ia tidak menciptakan batasan/jarak antara dirinya dengan orang lain. Lagi pula orang sombong berarti menyalahi apa yang diyakini , bahwa semua manusia itu adalah hamba Allah dalam Al Quran yang artinya Dan apa bila dikatakan kepadanya :" Bertaqwalah kepada Allah", bangkitlah kesombonganya yang menyebabkan berbuat dosa. Maka cukuplah (balasanya) neraka jahanam. Dan sungguh neraka jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya (QS. AL Baqarah : 206) 

2. Bermuka dua 

Istilah bermuka dua digunakan bagi orang yang dalam msalah-masalah yang sama memiliki sikap berbeda. Misalnya ketika ia bertemu dengan salah seorang temanya, ia berkata bahwa ia tidak menyenangi kepala sekolahnya, tetapi bertemu dengan teman lain ia berkata, bahwa kepala sekolahnya baik sekali, dan ia senang. 

Kedua pendapat tersebut ia kemukakan karena ada maksud tertentu. Perbuatan seperti itu digolongkan kepada perbuatan orang yang munafik. 

Bermuka dua atau tidak memiliki ketegasan dalam bertindak dapat membahayakan kehidupan seseorang atau masyarakat. Karena perbuatan bermuka dua dapat berakibat memecah belah orang yang berteman, bersaudara. Dalam rangka menjaga kesatuan dan persatuan dalam bermasyarakat maka orang yang bermuka dua ini perlu diwaspadai. Oleh karena itulah, Nabi Muhammad sangat mencela perbuatan orang yang bermuka dua. 

Dalam hadist Nabi menyebutkan yang artinya : Dari muahmmad bin Zaid ra berkata : "Berapa orang datang kepada neneknya yaitu Abdullah bin Umar, mereka berkata : "Kami jika masuk menghadap kepada raja, berbicara lain dengan apa yang kami bicarakan jika keluar dari padanya", Maka berkata Abdullah bin Umar "Kami dahulu pada masa Rasulullah SAW menganggap yang demikian itu kemunafikan"(HR. Bukhari) 

Hadist Nabi menyebutkan yang artinya : "Dan kamu dapatkan sejahat-jahat manusia ialah bermuka dua, yang datang ke mari dengan suatu muka , dan kesana dengan muka lain. (HR. Bukhari dan Muslim) 

3. Pendusta 

Berdusta adalah salah satu perbuatan yang dilarang oleh agama islam. Berdusta merupakan sikap manusia yang dapat merusak persahabatan, atau adanya persengketaan. Karena itu, agama islam sangat mencela perbuatan tersebut. 

Apabila kita berteman, salah seorang diantaranya berkata dusta maka teman yang lain akan merasa disakitinya, sehingga suatu persahabatan yng dirintis dengan baik hancur dalam seketika. 

Kenapa manusia umumnya tidak senang atau tidak menyukai orang yang berdusta. Jawabanya dapat kita lihat dan rasakan sendiri melalui diri kita. Pada jiwa orang yang suka berdusta tidak ada rasa kasih sayang, rasa hormat menghormati dan rasa takut. Meskipun perbuatanya dapat mengakibatkan orang lain celaka atau sengsara. Karena itu Rasulullah SAW mengingatkan kita terhadap bahaya berdusta. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "Takutlah kamu semua akan berkata dusta, sebab dusta itu sama dengan kecurangan dan keduanya ada dalam neraka (HR. Ibnu Majjah dan Nasai) 

4. Berkhianat 

Kata khianat dalam bahasa arab berarti menyia-nyiakan suatu kepercayaan yang diberikan. Istilah khianat dalam hadist atau Al Quran, sering beriringan dengan istilah amanah. Artinya pembicaraan masalah khianat tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang amanah. Artinya, khianat adalah suatu tindakan atau perbuatan yang menyia-nyiakan amanah. Sedangkan amanah adalah suatu kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk dijaga dan dipelihara dengan baik. Misalnya seorang kepada teman mempercayakan kepada temanya sejumlah uang agar diberikan kepada sekolah, lalu uang tersebut tidak diberikanya. Maka perbuatan tersebut, disebut mengkhianati amanah. Atau contoh lain ada dua orang berteman satu sama lain sudah lama berkenalan. Pada suatu hari salah seorang diantaranya pergi dan menitipkan kamar beserta sejumlah peralatanya, tetapi yang diberikan kepercayaan tersebut bukan menjaga supaya barang-barang tersebut tidak hilang, malahan berusaha menyembunyikannya. 

Khianat seperti contoh di atas merupakan perbuatan yang merusak kepercayaan seseorang. Karena itu agama islam menggolongkan khianat ke dalam perbuatan yang tercela. Dalam Al Quran disebutkan : Artinya : "Hai orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahuinya." (QS. Al Anfal : 27) 

5. Tidak Menepati Janji 

Janji adaah suatu ikrar atau pernyataan yang diucapkan dengan sadar. Karena diucapkan secara sadar, maka janji mwrupakan suatu perbuatan yang memiliki resiko manakala diingkari. 

Apabila ada seseorang berikrar bahwa akan menemui teman-temannya disekolah besok pagi, tetapi besok pagi orang tersebut tidak menemui temanya maka orang tersebut dinamakan tidak menempati janj. Artinya ia telah berbohong kepada temanya. 

Perbuatan seperti di atas termasuk yang dilarang Allah, karena merupakan bagian dari ciri orang-orang munafik. Di samping itu mengingkari janji dapat merusak hubungan berkeluarga, berteman dan bermasyarakat. Tidak menepati janji sama halnya dengan melukai hati orang lain dan menanam benih ketidak kepercayaan pada orang lain. Bahkan dapat berakhir menjadi benih permusuhan. Melihat kepada mengingkari janji ini, wajar apa bila Allah dalam Al Quran menyebutkan orang yang mengingkari janji dengan sebutan munafik. 

Dalam firman Allah disebutkan yang artinya "Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah : sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shaleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta (QS. At Taubah 75-77) 

6. Memfitnah 

Fitnah adalah menyatakan sesuatu orang lain yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dengan maksud mendeskriditkan atau menjatuhkan nama baiknya. Perbuatan tersebut dapat merugikan orang lain. Fitnah dapat juga dikatakan berupa menyebarkan sesuatu informasi yang tidak benar dengan maksud agar orang lain tercela. Orang yang suka melakukan perbuatan memfitnah orang lain sama dosanya dengan orang yang membunuh atau menyiksa orang lain sama. Artinya, akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan fitnah itu dapat membuat orang lain menderita seumur hidup. Bahkan fitnah lebih besar bahayanya dari pembunuhan. 

Bila dalam masyarakat banyak tersebar fitnah, sudah dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut tidak akan tentram. Sebab salah satu sifat orang suka memfitnah adalah mencari-cari kelemahan dan kesalahan orang lain, lalu disebar luaskan. Apabila semua anggota masyarakat sudah seperti itu, niscaya pada masyarakat tersebut tidak ada lagi orang yang berteman. Satu sama lain saling curiga mencurigai. Akhirnya tidak satupun ucapan dari anggota masyarakat yang dapat dipercaya. Dalam Al Quran orang yang suka melakukan fitnah tersebut disamakan dengan seorang yang membunuh orang lain, bahkan lebih kejam dari itu. Dalam Al Quran Allah berfirman yang artinya : Dan berbuat fitnah itu lebih besar (dosanya) dari pada membunuh (QS. Al Baqarah : 217). 

B. Musyrik 

Musyrik berasal dari kata syirik yang artinya menyekutukan, jadi musyrik berarti orang yang menyekutukan Allah swt dengan sesuatu , baik dalam keyakinan maupun dalam ibadah. Oleh sebab itu iman yang kokoh serta yakin terhadap kebenaran Allah swt merupakan faktor terpenting dalam agama islam untuk menentukan, bahwa yang dijadikan tempat memohon, tempat meminta ampun adalah Allah, tetapi kadang kala manusia dengan tanpa disadari telah mengubah hal tersebut kepada yang lain, apakah benda itu benda hidup atau mati. Dalam sejarah masyarakat arab ada masa sebelum islam diturunkan dalam beragama mengenal apa yang disebut dengan berhala yang di buat dari batu. Yaitu benda-benda yang dibuat dari berbagai rupa dan dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa jauh melampaui kekuatan manusia. Berdasarkan anggapan tersebut, benda-benda yang diciptakan itu dijadika sebagai pusat penyembahan/pemujaan. Setiap saat masyarakat Arab mendatangi benda-benda tersebut untuk meminta ampun atas kesalahan, memohon rezki, pangkat dan lain-lain. Perbuatan-perbuatan seperti itulah agama islam diturunkan dihilangkan secara bertahap. Dalam Al Quran perbuatan tersebut dinamakan perbuatan musyrik (mempersekutukan Allah). Artinya manusia sebagai makhluk Allah meminta ampun, dan pertolongan kepada benda yang diciptakan oleh manusia sendiri. 

Agama Islam melarang manusia melakukan perbuatan tersebut antara lain, karena bertentangan dengan keimanan yang digariskan Allah. Lagi pula berdasarkan logika atau akal sehat tidak mungkin hal tersebut terjadi. Sesuatu yang diciptakan manusia sendiri mustahil mampu menolong manusia dari kesulitan yang diluar jangkauan benda tersebut. Oleh karena itulah Allah menyebutkan manusia yang melakukan perbuatan tersebut sebagai tindakan yang sia-sia dan tidak masuk akal. Firman Allah swt yang artinya : "Dan mereka menyembah selain Allah apa yang memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (syetan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhan Nya.(QS. Al Furqan : 55). 

Berdasarkan ayat diatas Allah menegaskan bahwa menyembah atau berdoa bukan ditujukan kepada Allah swt, maka sembahanya atau doanya akan sia-sia, dan perbuatannya itu termasuk dosa besar yang tidak dapat ampunan Allah swt, sebagaimana firman Allah swt yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa perbuatan syirik tetapi Dia akan mengampuni selain dari itu bagi siapa yang dikehendakinya."(QS. An Nisa : 48). 

Rasulullahpun sangat melarang umatnya untuk meminta sesuatu keperluan hidupnya kepada tukang tenung, dukun-dukun atau ahli nujum untuk menentukan nasibnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda yang artinya : "Dari Wailah bin Aqsa ra katanya, aku mendengar Rasul Allah SAW bersabda, barang siapa yang datang kepada tukang tenung (ramal), lalu menanyakan tentang sesuatu yang gaib, maka tertutuplah taubat dari padanya selama empat puluh malam. Kalau ia percaya kepadanya, maka kafirlah ia " (HR. Thabrani). 

Ketegasan agama islam menolak segala perbuatan yang dapat merusak iman ini didasarkan kepada pandangan, bahwa Iman adalah dasar atau pondasi beragama. Apabila iman menyalahi perbuatan yang menggerakkan manusia berbuat sesuai dengan apa yang telah diyakininya.

Dari uraian di atas jelaslah, bahwa iman manusia tidak hanya mempengaruhi perbuatan, tetapi sekaligus akan mempengaruhi amal perbuatan dan ibadah. Manusia yang masih mempercayai, bahwa yang Maha Kuasa dan Maha Tahu itu tidak hanya Allah Yang Esa, berarti imanya telah rusak oleh perkataan atau perbuatanya sendiri. 

Apabila dikaitkan masalah musyrik dengan perkembangan sosial dan ilmu pengetahuan, maka bagi umat islam yang hidup di masa perkembangan ilmu pengetahuan, maka bagi umat islam yang hidup di masa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini perlu berhati-hati memahami tentang perbuatan yang dapar tergolong musyrik. Musyrik adalah yang berkaitan dengan keimanan dan ibadah. Perbuatan-perbuatan yang tidak menyangkut persoalan ibadah dan tidak berhubungan dengan keimanan tidak termasuk perbuatan Musyrik, seperti menuntut ilmu, berusaha taat kepada pemerintah dan lain-lain sebagainya. 

C. Dosa Besar 

Dosa dalam agama islam adalah suatu perbuatan yang menyalahi kehendak Allah Ta'ala baik perintah Nya maupun larangan-Nya. Misalnya seseorang dikatakan berdosa apabila ia melakukan perbuatan yang dilarang Allah seperti memakan daging babi, berzina, minum minuman keras dan larangan-larangan lainya. Atau bisa juga seseorang dikatakan berdosa karena ia tidak mau melaksanakan sholat lima waktu, zakat, puasa dan haji, jelasnya setiap perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan Allah swt, maka yang melakukan perbuatan tersebut dianggap berdosa. 

Ada dua macam dosa yaitu dosa besar dan dosa kecil. Di antara dosa yang paling besar misalnya menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan bersaksi palsu. 

Pada hakikatnya setiap manusia mengalami berbagai kelemahan yang satu sama lain berbeda. Oleh karena itu tidak mustahil apabila dalam hidupnya di dunia ini manusia melakukan kekhilafan (kesalahan) dan kelupaan, sehingga mengakibatkan rusaknya iman dan akhlak manusia itu sendiri seperti melakukan zina, mencuri, menganiaya, meninggalkan shalat, meninggalkan puasa dan sebagainya. 

Apabila seseorang telah melakukan tersebut, maka dengan sendirinya ia termasuk orang yang berdosa. Namun dalam ajaran islam seseorang yang telah berdosa masih diberi kesempatan baginya untuk menghapus dosanya yaitu dengan jalan bertaubat kepada Allah swt. 

Taubat dalam bahasa arab berarti kembali atau menyesali perbuatan yang salah dan kembali ke jalan yang benar. Hal itu tidak mesti diucapkan, tetapi yang penting harus dibuktikan melalui perbuatan, yaitu dengan tidak mengulangi segala kesalahan yang pernah diperbuat. Allah telah menjanjikan kepada manusia yang mau bertaubat akan mengampuni, asal taubat dilakukan dengan sesuai ketentuanya. Dalam salah satu hadist Nabi berkata yang artinya : Dari Abi Musa ra : Bahwasanya Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah memberi kesempatan waktu malam, untuk bertaubat kepada orang-orang yang berbuat dosa waktu siang, dan memberi kesempatan waktu siang untuk bertaubat kepada orang yang berbuat dosa waktu malam, sehingga matahari terbit dari tempat terbenamnya. (HR. Muslim can Nasai) 

Hadist diatas menjelaskan bahwa orang yang berdosa diberi kan kesempatan untuk bertaubat dengan segera, jangan sanpai ditunda-tunda. Mama setiap dosa itu wajib taubat. 

Ada tiga syarat untuk bertaubat yaitu : 
  1. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan 
  2. Mohon ampun kepada Allah swt atas dosa yang dilakukan 
  3. Bertekad sungguh-sungguh tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut 
Apabila dosa itu berhubungan dengan hak manusia maka syaratnya itu hendak ditambah yaitu menyelesaikan urusanya dengan orang yang bersangkutan yaitu meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukanya.

Pelaksanaan tobat itu hendaklah dilakukan dengan sunghuh-sungguh agar diterima oleh Allah swt sebagaimana firman Allah dalam Al Quran yang artinya : "Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat semurni-murninya. (QS. At Tahrim : 8). 

Apabila tobatnya itu dilakukan dengan sungguh-sungguh maka tobatnya itu niscaya diterima Allah swt sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah tetap menerima tobat seseorang hamba Nya selama ruh (nyawanya) belum sampai ditenggorokan (sakaratul maut) (HR. At Turmuzi) 

Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa Allah memberi kesempatan kepada manusia yang berdosa untuk bertobat dan kalau dilakukan tobatnya dengan sungguh-sungguh sebelum ia mati pasti akan diterima dan diampuni dosanya oleh Allah swt.



 
loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku2.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger